Selasa, 15 Maret 2022

Kampung Pulo, Leles - Garut

Bismillah, 

Setelah belasan tahun menikah dengan suami, baru kali ini saya bisa mengunjungi Cangkuang. Hmm, kemana aja ya selama ini kok baru kali ini main ke Cangkuang? Entah, saya pun kadang bingung. Padahal letak Cangkuang ini dekat dengan rumah mertua. Mungkin memang baru kali ini saya diizinkan untuk menyambangi Cangkuang. 




Sebenarnya, yang menjadi daya tarik saya adalah Kampung Pulo, kampung adat yang berada ditengah - tengah situ Cangkuang. Situ Cangkuang atau danau Cangkuang ini tepatnya berada di Kecamatan Leles, Garut-Jawa Barat. Posisinya tuh berada di tengah pulau, maka masyarakat sekitar sini menyebutnya kampung Pulo, Pulo (bahasa sunda), kalau dalam bahasa Indonesia itu adalah Pulau. 




Neng Marwah senang sekali saya ajak kesini, bahagia dia melihat situ Cangkuang yang menghampar luas banget, luasnya tuh mencapai 25 hektar, tapi karena adanya sedimentasi di sisi sebelah barat, maka areanya menjadi dangkal, dan dijadikan lahan persawahan oleh masyarakat sekitar.




Yang menarik dari Kampung Pulo ini, ada sebuah candi Hindu yang berasal dari kerajaan Galuh Pasundan, dinamakan Candi Cangkuang karena ditemukannya di kawasan Situ Cangkuang. 


Kata Cangkuang itu sendiri awalnya berasal dari nama pohon Cangkuang yang memang banyak tumbuh didaerah sini. Cangkuang adalah tumbuhan sejenis pohon pandan yang masuk kedalam golongan spesies Pandanus Furcatus


Daun dari pohon Cangkuang ini, kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya untuk dibuat menjadi tudung saji, tikar, pembungkus gula aren dan juga caping. Nah, kalau buahnya jika matang itu warnanya kuning, mirip pisang lah tapi katanya rasanya tuh mirip sirsak, biasa digunakan sebagai obat dan mengandung antioksidan. 



Kampung Pulo, Leles - Garut 


Untuk sampai ke Kampung Pulo ini, saya harus menyebrang di Situ Cangkuang. Menyebrang menggunakan rakit. Ini kali pertama saya naik rakit, deg - deg an. Seru juga menaiki rakit menyebrangi situ Cangkuang nan menawan, saya pun memberanikan diri untuk take photo, ya kapan lagi ye kan bisa foto - foto di atas rakit dengan background alam nan indah. 





Menelusuri Cangkuang kemudian ke Kampung Pulo ini bukan hanya menikmati keindahan alamnya, namun juga bisa mempelajari budaya. Kampung Pulo ini adalah sebuah kampung adat yang menjadi tanda penyebaran agama Islam di Garut. 


Kampung Pulo ini berada di komplek Candi Cangkuang, suasananya tuh tenang, asri dan jauh dari kebisingan kendaraan, enak pisan kanggo niis. Dan juga cocok dijadikan area untuk ber swafoto. 


Oke, mari kita bercerita tentang Kampung Pulo ini. 




Kampung Pulo

Jadi, pada masa itu, Eyang Embah Dalem Arif Muhammad yang menyebarkan agama Islam di wilayah ini, memiliki tujuh orang anak. Enam orang anak perempuan dan satu anak laki - laki. 




Di kampung ini hanya ada tujuh bangunan sejak abad ke - 17. Kampung Pulo ini terdiri dari enam rumah dan satu mushola. Enam rumah yang berada di Kampung Pulo ini diberikan untuk anak perempuan, sedangkan mushola diberikan untuk anak laki - laki nya. Sampai sekarang bangunannya tidak bertambah, hanya boleh tujuh saja. Selain tidak boleh bertambahnya bangunan, kepala keluarganya juga tidak boleh bertambah. 




Tujuh bangunan yang ada di Kampung Pulo ini merupakan simbol anak - anak Embah Dalem Arif Muhammad yang berjumlah tujuh orang. Sampai saat ini masih ada tujuh bangunan dan enam kepala keluarga. Kampung Pulo, sekarang itu ditempati oleh generasi Embah Dalem Muhammad Arif yang ke - 8 , 9 dan 10. 


Larangan di Kampung Pulo 

Dalam komplek ini tidak boleh menambah kepala keluarga, misal ada yang menikah, dua minggu masih diperbolehkan untuk tinggal, namun setelah itu dipersilakan keluar. Kecuali jika orang tuanya sudah meninggal, maka anaknya bisa masuk kembali ke Kampung Pulo untuk mengisi kekosongan, pokoknya harus enam kepala keluarga. 


Semua turunan Embah Arif Muhammad ini harus tetap tinggal di kampung ini dengan tujuan untuk menjaga kelestarian tradisi dan adat Kampung Pulo. Yang beda dan unik, di Kampung Pulo ini yang menerima waris itu bukan anak laki - laki, melainkan anak perempuan. Ini dikarenakan anak laki - laki mbak Arif Muhammad telah meninggal dunia ketika disunat, jadi yang menerima warisannya adalah ke enam anak perempuannya, dan ini berlaku sampai saat ini, anak perempuan yang menerima hak waris. 


Ada pun masalah aturan larangan yang ada di Kampung Pulo itu adalah, aturan menyoal atap rumah yang harus memanjang, tidak boleh menabuh gong besar dan juga tidak diperbolehkan untuk beternak binatang besar yang berkaki empat. Tidak juga diperkenankan untuk ziarah ke makam keramat ketika hari rabu dan malam rabu.


Untuk tidak boleh menabuh gong itu ada kaitannya dengan anak laki - laki Eyang, ketika naaknya mau disunat, diadakan pesta meriah. Lengkap dengan sisingaan yang diiringi musik gamelan lengkap dengan gong besar. Tapi ketika pesta, ada angin badai yang sangat besar dan menimpa anak laki - lakinya, terjatuh dari tandu Sisingaan dan meninggal dunia. Maka sejak itu, dilarang menabuh gong besar untuk semua keturunan eyang embah Arif Muhammad.


Kalau tidak boleh beternak hewan berkaki empat, seperti kambing, kerbau dan sapi. Namun untuk makan atau menyembelih nya masih bisa, yang tidak bisa beternak / memelihara. Alasannya karena masyrakat Kampung Pulo ini mencari nafkahnya dari bertani dan berkebun, jadi ditakutkan hewan - hewan itu merusak sawah dan kebun. Selain itu, ditakutkan mengotori makam keramat. 


Larangan datang di hari Rabu atau malam Rabu ini dikarenakan, pada masa agama Hindu dulu, hari terbaik menyembah patung itu adalah ketika malam rabu atau hari rabu, karena ajaran Embah Arif Muhammad islam , jadi dilarang. 




Sekarang Kampung Pulo dipimpin oleh kuncen / sesepuh adat. Jika temen - temen ingin berkunjung kesini bisa diantar dan ditemani kuncen untuk berziarah ke makam Eyang embah Dalem Arif Muhammad. Kuncen ini tugasnya yang berhubungan dengan candi dan juga makam. Jadi harus ditemani, dijelaskan kuncen soalnya takut malah jadi musyrik jika tidak dijelaskan, karena datang ke makam itu berziarah untuk mendoakan bukan untuk meminta doa. 


Untuk tarif masuknya dewasa 5ribu, anak 3ribu untuk wisaratan lokal, kalau turis mancanegara itu 12rb. Naik rakit, kalau saya gak salah mengingat itu 5ribu an deh. 


Penasaran ingin ke Candi Cangkuang dan Kampung Pulo juga? Atau ada yang sudah pernah ke Kampung Pulo? Yuk berbagi cerita di komentar. 



See you,


Tian Lustiana

Add Comments

Terimakasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Mohon maaf komentarnya dimoderasi, oiya kalau komentarnya ada link hidup dengan berat hati saya hapus komentarnya yah.
EmoticonEmoticon