Tianlustiana.com - Bersikap asertif dalam tekanan, mau cerita nih tentang pengalaman pribadi. Jadi, saya tuh pernah beada dalam situasi yang benar - benar uji nyali banget, bukan hanya uji nyali namun juga menguji prinsip saya waktu itu. Saya pernah bekerja dengan seseorang kepala atau atasan yang keras, intimidatif. Sering kali memotong pendapat bawahan, menekan kami sebagai karyawan untuk segera mengambil keputusan dengan cepat, nada suaranya yang lumayan tinggi membuat kami para karyawannya enggan memberikan pendapat. Hingga situasi ini mendadak horor ketika tim harus memberikan presentasi laporan pada klien.
Saya, sebagai penanggunga jawab data, menemukan ada kekeliruan dalam laporan yang akan di presentasikan. Kesalahannya cukup signifikan, jadi jika saya biarkan ini bisa merugikan reputasi tim kerja dan juga perusahaan. Saya pun memberanikan diri menyampaikan dalam rapat persiapan, diluar harapan ternyata atasan saya malah bilang ini hal kecil tidak perlu dibesar - besarkan, udah kamu fokus biar klien terkesan, bukan harus memperbaiki pada detik - detik terakhir, jleb dong jadinya. Kebayangkan?
Tertekan dan bimbang
Saat itu saya sangat ragu, semua mata tertuju pada saya. Sepertinya semua merasakan ketegangan itu. Rasanya saya ingin menyerah saja deh, namun saya pun kembali diam demi menghindari konflik. Tapi dalam hati kecil tahu dan paham bahwa membiarkan kesalahan itu adalah keputusan yang salah, bukan hanya saya loh yang bertanggung jawab pada data itu, namun karena saya tidak mau kompromi pada kebenaran demi kenyamanan yang pendek.
Berani untuk bersikap asertif
Susah memang, dengan tarikan napas yang dalam dan menenangkan diri, saya pun memberanikan diri meski dengan suara yang parau karena menahan amarah dan ingin nangis, saya jelaskan "bahwa memang kita ingin membuat klien terkesan namun kesalahan ini dampaknya besar pada laporan akhir nanti, dan akan berdampak pada kepercayaan klien, saya bisa menyelesaikannya dalam waktu singkat tanpa mengganggu jadwal presentasi nanti, ini untuk profesionalisme perusahaan".
Setelah saya ungkap kan itu, ruang rapat menjadi hening, pimpinan memandang saya dengan sangat tajam, terasa sekali. Saya pasrah andaipun saya akan ditolak, namun ternyata pimpinan mengatakan , oke dan mengijinkan saya untuk memperbaiki laporan sebelum presentasi.
Buah dari keberanian
Setelah rapat selesai, saya dan tim diskusi, mereka bilang saya keren dan berani. Mereka pun minta maaf dan mengakui kesalahannya. Mereka tidak berani bicara karena mereka tahu akan ditolak dan tidak diterima masukannya. Namun akhirnya setelah laporan diperbaiki, laporan kami diberi nilai hebat dan klien memuji laporan analisis yang kami sajikan.
Dari pengalaman itu, saya mulai belajar dan paham bawah bersikap asertif itu adalah seni menyampaikan suatu kebenaran dengan tegas, tanpa merugikan diri sendiri atau pihak lain.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan dan ini sangat membantu, diantaranya :
- Mengendalikan emosi, dan fokus pada fakta. Jujur saya merasa terintimidasi namun saya berusaha tenang dan fokus pada masalah, saya kemukakan argumen dengan basis fakta, membuat saya lebih percaya diri dan fakta yang tidak bisa dibantah.
- Nada tenang namun tegas. Ketika berhadapan dengan orang dominan, bicara tinggi atau emosional hanya memperkeruh suasana, jadi bersikap tenang lebih menunjukkan rasa percaya diri
- Bukan hanya kritik, berikan solusi. Jangan fokus pada keasalahan, namun tawarkan solusi yang nyata , jadi bukan hanya mencari masalah namun ada kontribusi menyelesaikannya.